Minggu, 10 April 2011

BAGAIMANA MENYIKAPI SUATU KEMUNGKARAN


Seringkali kita melihat suatu bentuk kejahatan atau kemungkaran terselubung maupun terang-terangan yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok orang atau oleh suatu sistem. Akan tetapi kita merasa tidak berdaya untuk mencegahnya apalagi menghalangi kejahatan tersebut agar tidak terus berlanjut.

Pertimbangan yang paling ekstrim menyangkut ketidakberdayaan kita adalah karena kita tidak punya suatu kuasa atau kekuatan untuk mencegahnya atau bisa juga karena yang dipertaruhkan untuk mencegah suatu kemungkaran ini terlalu besar, yaitu nyawa kita atau orang lain. Selain itu, kita juga merasa bahwa sekalipun kita telah mengorbankan nyawa kita, hal itu tidak akan terlalu banyak berperan dalam menghentikan suatu bentuk kemungkaran yang telah merajalela tersebut.

Bisa saja kita telah melakukan suatu hal yang benar dalam mencegah suatu kemungkaran, namun ternyata kita sendiri yang binasa, atau menyeret orang lain menuju kebinasaan yang sia-sia. Pada akhirnya, apa yang bisa kita lakukan hanyalah berupaya sebisa mungkin untuk tidak terikut dalam lingkaran kemungkaran tersebut.

Mengenai hal ini, terdapat sebuah Hadis dari Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan apa yang sebaiknya dilakukan oleh seorang yang beriman ketika melihat suatu kemungkaran.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri radliyallahu 'anhu, ia mengatakan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa di antara kalian melihat sebuah kemungkaran, maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Jika ia belum sanggup, maka hendaklah ia menggunakan lisannya. Jika ia masih belum sanggup, maka hendaklah ia menggunakan hatinya. Itu adalah selemah-lemah keimanan. (HR Muslim dalam Shahihnya no. 78-79, Turmudzi dalam Sunannya no. 2172, An-Nasa`i dalam Sunannya, no. 5023-5024, Ahmad dalam Musnadnya 3/10,20,49, Abu Dawud dalam Sunannya no. 1140, Ibnu Majah dalam Sunannya no. 1275, dan Abu Ya'la Al Mushuli dalam Musnadnya no. 1005 tahqiq Irsyadul Haq Al-Atsari. (An-Nadliyah fi takhrij 'arba'in An-Nawawiyah))

Seseorang yang tidak punya suatu kekuatan untuk melawan suatu kemungkaran yang dilakukan orang lain, cukup mengingkari kemungkaran tersebut dalam hatinya. Namun demikian kondisi yang demikian merupakan bentuk keimanan yang paling lemah.

Siapa yang khawatir terhadap dirinya akan dipukul, dibunuh atau dirampas hartanya, maka gugur kewajiban darinya dengan tangan dan lisan, tapi wajib mengingkari dengan hati. Barangsiapa yang hatinya tidak mengingkari yang mungkar berarti telah lenyap keimanan darinya.

Akan tetapi seseorang harus terus berusaha untuk menumpuk kekuatan, sehingga suatu saat nanti dia bisa mencegah kemungkaran tersebut dengan lisan atau bahkan dengan tangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan beri komentar barupa kritik dan saran yang membangun demi kemajuan blog saya ini. Jangan malu - malu!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.